Cari Alamat Blogg Lain Disini

Sabtu, 20 Februari 2010

Minggu, 22 November 2009

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

E. Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa
Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
§ Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
§ Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
§ Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

§ Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
§ Integritas Ego
Stress, ansietas
§ Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
§ Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
§ Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
§ Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
§ Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
§ Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Kekurangan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Resiko terjadi injury

J. Intervensi
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
§ Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
§ Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
§ Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
§ Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
§ Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
§ Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
§ Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
§ Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
§ Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
§ Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
§ Kolaborasi dengan ahli diet.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
§ Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
§ Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
§ Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
§ Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
§ Pantau masukan dan pengeluaran
§ Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
§ Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
§ Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
§ Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
§ Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
§ Kaji tanda vital
§ Kaji adanya nyeri
§ Lakukan perawatan luka
§ Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
§ Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.



Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
§ Hindarkan lantai yang licin.
§ Gunakan bed yang rendah.
§ Orientasikan klien dengan ruangan.
§ Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
§ Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi



DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

ASKEP ARF (ACUTE RENAL FAILURE

ACUT RENAL FAILURE (ARF)Acute Renal Failure (ARF) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik
•ASUHAN KEPERAWATN KLIEN DGN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
•GAGAL GINJAL AKUT (GGA) GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
GAGAL GINJAL AKUT (GGA)
•Pengertian
•Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunanan fungsi ginjal mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolik nitrogen seperti ureum dan kreatinin.
( Kapita Selekta Jilid. 2)
•Gagal ginjal akut (GGA) ad kemunduran yg cepat dari kmampuan ginjaldlm memberihkan darah dari bahan-bahan racun yg menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dlmdarah (ex. urea)
•Etiologi
•Prarenal (hipoperfusi ginjal)
Perdarahan, dehidrasi, asidosis diabetik, hipovolemia pada kebocoran kapiler atau sindrom nefrotik, syok, gagal jantung, dll
•Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Glomerolonefritis akut, nefrotoksin, nekrosis tubular akut, pielonefritis akut, koagulasi intravaskular, dll.
•Pascarenal (obstruksi aliran urine)
Obstruksi saluran kemih akibat kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis
•Manifestasi Klinik
•Pucat.(anemia),
•Oliguria,nokturia
•Edema tungkai, kaki atau pergelangan kaki
•Hipertensi
•Letargi,
•Aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan/tanpa melena akibat gastritis/tukak lambung ,mual muntah
•Kejang, kesadaran menurun sampai koma
•Patofisiologi

Ada empat tahapan klinik dari GGA;
•Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oligiria.
•Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/2 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya disekresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kation interseluler-kalium dan magnesium).jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.pada keadaan ini pasien akan mengalami penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen, pasien masih mengsekresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap harinya. Merupakan bentuk non-oligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotik nefrptoksik diberikan kepada pasien, dapat pula terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatic dan penggunaan anestesi halogen.
•Lanjutannya,,,
•periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dapat akhirnya menurun. Meskipun haluaran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi tanda uremik biasanya meningkat.
•Periode penyembuhan, merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai lab. Akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi GFR permanen sekitar 1% - 3% tetapi kali ini secara klinin tidak signifikan
•Penatalaksanaan
Dialisis
Asupan kalori minimal 50-60 kal/kg BB/hari.
Hiperkalemia 5,5-7.0 mEq/l diatasi dengan kation exchange resin.
Transfusi
Pemberian diuretik
•Pemeriksaan Diagnotik
•Darah
•Urine
•Pencitraan Radionuklida
•KUB (abdomen
•Pielogram retrograd
•Arteriogram ginjal
•Sistouretrogram berkemih
•Ultrasound ginjal
•Scan CT
•Urografi ekskretorius
•Endourologi
•EKG
Konsep keperawatan
Gagal Ginjal AKUT
•Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Keletihan,kelemahan,malaise
Tanda: Kelemahan otot,kehilangan tonus otot.
SIRKULASI
Tanda: Hipotensi/hipertensi
Distritmia jantung
Nadi lemha/halus,hipotensiortostatik
DVJ,nadi kuat (hipervolemia)
Edema jaringan umum
Pucat, kecenderungan perdarahan
ELIMINASI
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya;peningkatan Frekuensi,poliuria,(kegagalan dini),atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria,ragu-ragu,dorongan,dan retensi,(inflamasi/obstruksi,infeksi)
Abdomen kembung,diare, atau konstipasiRiwayat HPB, batu kalkuli
Tanda: Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah,coklat,berawan.
Oliguria (biasanya 12-21 hari),poliuria (2-6 L/hari)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: Peningkatan BB(edema), penurunan BB (dehidrasi)
Mual muntah, anoreksia,nyeri ulu hati
Penggunaan diuretik
Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema,(umum bagian bawah)
NEUROSENSORI
Gejala: Sakit kepala,penglihatan kabur
Kram otot/kejang; sindrom “kaki gelisah“
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunana lapang perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi,hilang memori,kacau,penurunan tingkat kesadaran ( azotemia,ketidakseimbangan elektrolit asam/basa)
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah.

PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekeunsi, kedalaman (kusmaul),nap0as amonia,batuk produktif dengan sputum kental merah muda
KEAMANAN
Gejala: Adanya reaksi transfusi
Tanda: Demam (sepsis,dehidrasi)
Petekie,area kulit ekimosis
Pruritus,kulit kering
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Riwayat penyakit polikistik keluarga,nefritis herediter,batu urinatus,malignasi
Riwayat terpajan toksin
Obat nefrotik penggunaan berulang. Ex. aminoglikosida, amfoterisin B, anestetik, vasodilator
•Diagnosa keperawatan
•Rencana keperawatan
Peningkatan volume cairan b/d edema
1. Awasi denyut jantung, TD, dan CVP
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine,pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipertensi.
2. auskultasi paru dan bunyi jantung
R/: kelbihan cairan dapat menimbulkan edema paru, GJK terjadi bunyi napas tambahan, bunyi jantung ekstra
Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d kelebihan,disfungsi ginjal
1. Awasi TD dan frekuensi jantung
R/: Kelebihan volume cairan, disertai dengan hipertensi dan efek uremia meningkatkan kerja jantung dan dapat menimbulkan gagal jantung.
2. Kaji warna kulit,membran mukosa, dan dasar kuku.
R/: Sianosis berhubungan dengan kongestif paru atau gagal jantung.
3. Pertahanakan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/: Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
1. Kaji pemasukan diet
R/: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik.
3. Timbang berat badan tiap hari
R/: Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan
Kelemahan b/d anemia
1. Rencanakan periode istirahat adekuat
R/: Mencegah kelelahan berlebih dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.
2. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi
R/: Mengubah energi, memungkinkan berlanjutkan aktivitas yang dibutuhkan/normal, memberikan keamanan pada pasien.
3.Tingkatkan partisipasi sesuai toleransi pasien
R/: Meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesehatan dan membatasi frustasi.
Kerusakan intergritas kulit b/d gatal dan kulit kering
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular
R/ Menandakna area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukkan dekubitus/infeksi
2. Inspeksi area tergantung terhadap edema
R/: Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
3. Berikan perawatan kulit,batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim.
R/: Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan rasa gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun,losion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit
Ketidakmampuan terhadap program pengobatan b/d kurangnya pengetahuan tentang pengobatan
1. Kaji ulang proses penyakit/prognosis
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
2. Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu
R/: Pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara
3. Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah/frekuensi pengeluaran
R/: Perubahan dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal/kebutuhan dialisis
•Evaluasi
1. Peningkatan volume cairan b/d edema
• Tidak ada edema
• BB stabil, tanda vital dalam batas normal
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d kelebihan, disfungsi ginjal
• Mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung/ irama dalma batas normal.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
• Mempertahankan/meningkatkan BB, bebas edema
4. Kelemahan b/d anemia
• Berpartisipasi dalam aktivitas.
5. Kerusakan intergritas kulit b/d gatal dan kulit kering
• Mempertahankan kulit utuh
• Menunjukkan tehnik untuk menjaga agar kulit utuh
6. Ketidakmampuan terhadap program pengobatan b/d kurangnya pengetahuan tentang pengobatan
• Menyatakan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan
• Berpartisipasi dalam pengobatan
•Pengertian
•Gagal ginjal kronis (GGK) adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki. (Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah)
•Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap-akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, meyebabkan uremia (retensi urin sampah nitrogen lain dalam darah). (KMB II)
•etiologi
Penyebabnya cukup banyak, dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1.Penyakit paenkim ginjal
px ginjal primer : glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, TBC ginjal
px ginjal sekunder : nefritis lupus, nefroati, gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif :
Infeksi yg berulang, nefron yg memburuk, obstruksi saluran kemh, scar pd jaringan dan trauma langsung pd ginjal
•Manifestasi klinik
Pada gagal ginjal kronis menyerang setiap sistem tubuh yang dipengaruhi oleh kondisi uremia, keparahan bergantung bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.
•sistem gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomitus
Foetor uremik disebabkan karena ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia
Cegukan, (hiccup) sebabnya belum pasti.
Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
•Gangguan pada kulit
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom.
Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.
Ekimosis
Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
•Gangguan kardiovaskuler
Hipertyensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin angiotensinogean-aldosteron.
Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi perikardial,penyakit jantung koroner akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan alektrolit dan kalsifikasi metastatik.
Edema akibat penimbunan cairan.
•Gangguan pada sistem endokrin
Gangguan seksual; libido, fertilitas dan erksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wanita terjadi gangguan haid, ovulasi sampai amenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin, dan gangguan sekresi insulin
Gangguan metabolisme lemak
Gangguan metabolisme vitamin D
•Gangguan sistem saraf dan otot
Restless leg syndrome
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan
Burning feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki
Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
Miopati
Kelemahan dan hipertropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
•Gangguan pada sistem hematologi
Anemia,.
Gangguan fungsi leukosit, fagositisis dan kemotaksisi berkurang,. Fungsi limfosit menurun sehingga imunitas menurun.
•Gangguan sistem lain
–Tulang; 0steodistropi renal yaituosteomalasia, osteitis fibrosa, dan kalsifikasi metastasis.
–Asidosis; akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolik.
–Elektrolit; hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
•patofisiologi
Sudut pandang tradisionalMengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuhBerpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
•Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadiumStadium IPenurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %).
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
StadiumIIInsufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %).
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Stadium III
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik,
•yang dtandai dgn GFR kurang dari 5 atau 10ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang kompleks. stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

•Pemeriksaan diagnostik
Urine
Darah
Pielografi intravena
Osmolalitas serum
KUB foto
Pielogram retrograd
Arteriogram ginjal
Sistouretrogram berkemih
Ultrasono ginjal
Biopsi ginjaL
Endoskopi ginjal
EKG
•penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
Konsep keperawatan
Gagal Ginjal Kronik
•Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Kelelahan ekstrem,kelemahan,malaise
Gangguan tidur 9insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus,penurunan rentang gerak
SIRKULASI
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi; nyeri dada (angina)
Tanda: Hipertensi;DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, tangan, Distrimia jantung
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir Friction rub perikardial
Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning
INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor stres
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ad kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas,takut, mudah terangsang, perubahan pribadian.
ELIMINASI
Gejala: Penurunan frelkuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, kunig pekat, merah coklat, berawan
Oliguria, dapat menjadi anuria.
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: Peningkatan BB cepat (edema), Penurunan BB cepat( malnutrisi)
Anoreksia,mual muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap mulut,(pernapasan amoniak), Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema
Ulserasi gusi,perdarahan gusi/lidah
Penurunann otot
Penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
•.
NEUROSENSORI
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur,
Kram otot/kejang, sindrom Kaki gelisah, kebas rasa terbakar, pada telapak kaki
Tanda : Gangguan status mental,kehilangan memori,kacau,penurunan tingkat kesadaran,stupor, koma
Penurunan DTR, Kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejang
Rambut tipis, kuku rapuh, tipis
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk pada malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
PERNAFASAN
Gejala: Napas pendek, dispnea nokturnal parokdismal, batuk dengan tanpa sputum kental atau banyak
Tanda: Takipnea,dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul)
Batuk produltif dengan sputum merah muda encer.
KEAMANAN
Gejala: Kulit gatal
Ada/berulangnya infeksi
Tanda: Pruritus,
Demam (sepsis,dehidrasi),
Petekie, area ekimosis pada kulit
SEKSUALITAS
Tanda: Penurunan libido, amenorea, infertilitas
INTERAKSI SOSIAL
Tanda: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampubekerja
•Diagnosa keperawatan
1.Gangguan pertukaran gas b/d sesak
2.Nyeri b/d sakit kepala
3.Keseimbangan volume cairan b/d edema
4.Gangguan pemenuhan nutrisi b/d intake nutrisi kurang
5.Aktivitas intoleran b/d lemah
6.Gangguan intergitas kulit b/d kulit kering bersisik
7.Perubahan preoses berfikr b/d penurunan kesadaran
•Rencana tindakan keperawatan
NDX 1
1. Awasi frekuensi/kedalaman pernafasan,pengguaan otot aksesori, area sianosis
R/: Indikator keadekuatan fungsip[ernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
2. Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam
R/: Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan pegisisan udara ke semua area paru
3. Kaji tingkat kesadaran/fungsi mental secara teratur.
R/: Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan dapat merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.
NDX 2
1. perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 1-10 )
R/: membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
2. ubah posisi secara periodik dan berikan latihan gerak lembut
R/: memperbaikai sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi
3. berikan tehnik relaksasi (pijatan,kompres dingin )
R/: meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
NDX 3
1. Awasi denyut jantung, TD, dan CVP
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine,pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipertensi.
2. auskultasi paru dan bunyi jantung
R/: kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru, GJK terjadi bunyi napas tambahan, bunyi jantung ekstra
NDX 4
1. Kaji pemasukan diet
R/: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik.
3. Timbang berat badan tiap hari
R/: Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
NDX 5
1. berikan lingkunagn tenang dan p-eriode istirahat tanpa gangguan
R/: menghemat energi untuk aktifitas
2. implementasikan tehnik penghematan energi, contoh lebih baik duduk
daripada berdiri.
R/: memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.
NDX 6
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular
R/ Menandakna area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukkan dekubitus/infeksi
2. Inspeksi area tergantung terhadap edema
R/: Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
3. Berikan perawatan kulit,batyasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim.
R/: Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan rasa gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun,losion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.
NDX 7
1. kaji luasnya, gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.perhatian lapang perhatian
R/: efek sindrom uremik dapat terjadi dengan kekacauan atau ketidakmampuan untuk mengasimilasi informasi dan berpartisipasi dalam perawatan.
2. pastikan dari orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
R/: memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan/perbaikan gangguan.
3. berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi, radio dan kunjungan.
R/: meminimalkan rangsangan lingkungan untuk menurunkan kelebihan sensori/peningkatan kekacauan saat mencegah depresi sensori
•Evaluasi
1.Gangguan pertukaran gas b/d sesak
§Menunjukkan perbaikan tes fungsi paru yang membaik/normal
§Pernafasan dalam keadaan rentang normal
2.Nyeri b/d sakit kepala
¨Menunjukkan nyeri berkurang
3.Keseimbangan volume cairan b/d edema
¨Tidak ada edema
¨BB stabil, tanda vital dalam batas normal
4.Gangguan pemenuhan nutrisi b/d intake nutrisi kurang
¨Mempertahankan berat badan kembali normal
5.Aktivitas intoleran b/d lemah
¨Berpartisipasi dalm melakukan aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
6.Gangguan intergitas kulit b/d kulit kering bersisik
¨Mempertahankan kulit utuh
¨Menunjukkan tehnik untuk menjaga agar kulit utuh
7.Perubahan preoses berfikr b/d penurunan kesadaran
¨Meningkatkan tingkat mental
¨Mengidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan kognitif/defisit memori.

Jumat, 31 Juli 2009

PPS=OSPEK=POSMA

Kegiatan Pekan Orientasi Mahasiswa Akper Yapma tahun 1996 di kampus lama Jln. AP.Pettarani.

Jumat, 27 Maret 2009

SOSIOLOGI KESEHATAN

A. Apa Itu Sosiologi Kesehatan ?


Sebagai llmu sosial, sosiologi dikelompokkan sebagai ilmu baru. hal ini terkait dengan kelahiran ilmu sosiologi dimulai semenjak adanya usaha pemisahan sosiologi dari filsafat.

Dibandingkan dengan ilmu sosial lainnya, sosiologi merupakan ilmu yang memiliki ruang lingkup sangat luas. Sosiologi dibagi dalam beberapa bidang kajian misalnya sosiologi budaya, sosiologi industri, sosiologi hukum dan mayarakat, sosiologi perkawinan dan keluarga, sosiologi militer, sosiologi perkotaan sosiologi pedesaan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain. Topik itu bukan bidang khusus kajian sosiologi artinya bisa jadi bidang kajian tersebut ditelaah pula oleh disiplin ilmu lainnya termasuk nidang kajian sosiologi kedokteran dan kesehatan.


Sosiologi kedokteran (Medical Sociology) merupakan cabang sosiologi yang memfokuskan pada pelestarian ilmu kedokteran dalam masyarakat modern. Subjek ini berkembang dengan pesat sejak tahun 1950-an hingga sekarang menjadi salah satu bidang spesialisasi terbesar dalam sosiologi.

Sosiologi kedokteran adalah disiplin intelektual mengenai pengembangan pengetahuan yang sistematis dan terandalkan hubungan sosial manusia dalam kaitannya dengan masalah kesehatan dan tentang produk dari hubungan tersebut.
Menurut istilah Solita Sarwono (2004) sosiologi kedokteran sebagai subdisiplin (Bidang keahlian khusus) dari bidang ilmu Sosiologi.


Lebih jelasnya Salito Sarwono mengatakan :

“ Sosiologi kedokteran mencakup studi tentang faktor-faktor sosial dalam etiologi (Penyebab), prevalensi (Angka kejadian) dan interpretasi (Penafsiran) dari penyakit tentang profesi kedokteran itu sendiri serta hubungan dokter dengan masyarakat pada umumnya”


Sementara sosiologi kesehatan yaitu :

Ilmu Sosiologi yang membahas perilaku kesehatan, pengaruh norma sosial terhadap perilaku kesehatan, serta interaksi antara petugas kesehatan dan antar petugas kesehatan dengan masyarakat “


Bila tinjauan ini dikembangkan lebih lanjut, maka bagi seorang mahasiswa keperawatan dituntut untuk memahami sosiologi keperawatan yang merupakan subdisiplin sosiologi kesehatan.


Untuk lebih memudahkan pemahaman ini dapat dirumuskan kesimpulan analisis sebagai berikut :

    1. Sosiologi kesehatan merupakan subdisiplin ilmu dari bidang sosiologi, disiplin ini merupakan ilmu terapan (Applied science) dari kajian sosiologi dalam kontes kesehatan
    2. Prinsip dasar disiplin sosiologi kesehatan adalah penerapan konsep dan metode disiplin sosiologi dalam mendiskripsikan, menganalisa dan memecahkan masalah kesehatan ( Sisologi kesehatan merupakan penerapan ilmu sosial dalam mengkaji masalah kesehatan)
    3. Ruang lingkup kajian sosiologi terapan bergantung pada ruang lingkup objek kajian itu sendiri, artinya Sosiologi kedokteran adalah ilmu dalam mengkaji hal-hal yang terkait dengan ilmu kedokteran. Sedangkan Sosiologi keperawatan adalah ilmu sosiologi dalam mengakji masalah layanan keperawatan.


B. Peran Sosiologi dalam Praktek Kesehatan

Secara teori dapat dikemukakan beberapa peran umum sosiologi/Sosiolog dalam pengembangan ilmu maupun pelayanan kesehatan masyarakat :

a. Sosiolog sebagai ahli riset :

Sebagai seorang ilmuwan, seorang sosiologi memiliki tanggung jawab untuk melakukan peneltian ilmiah, sosialisasi keilmuan, dan juga pembinaan pola pikir terhadap masyarakat.

Peran ahli riset seorang sosiologi berkewajiban untuk mencari, mengumpulkan, menganalisa dan menyimpulkan fakta sosial dari data-data yang ada sehingga muncul pengetahuan sosiologi yang bermanfaat bagi kelanjutan proses pemahaman sosiologi serta rekayasa atau analisa sosial.

Dalam peran sebagai ahli riset sosiolog juga berkewajiban untuk meluruskan berbagai pendapat masyarakat awam atau kalangan tertentu yang lebih disebabkan karena salah informasi atau takhyul yang dapat mengahncurkan pola pikir manusia.

b. Sosiolog sebagai Konsultan Kebijakan :

Memiliki kemampuan untuk menganalisis fakta sosial, dinamika sosial dan kecendrungan proses, serta perubahan sosial.

Dalam jangka panjang, sosiologi memiliki kemampuan untuk meramalkan pengaruh kebijakan terhadap kehidupan sosial, sehingga dapat menunjukkan perannya bukan hanya sebagai ahli riset melainkan menjadi seorang konsultan kebijakan.

c. Sosiolog sebagai teknisi :

Seorang Sosiolog dapat terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan masyarakat untuk memberi saran-saran dalam masalah moral, hubungan masyarakat, hubungan antarkaryawan, hubungan antarkelompok dalam suatu organisasi dan penyelesaian berbagai masalah mengenai hubungan antar manusia.

Contoh peran sosiolog sebagai teknisi yakni sosiologi klinis yang menunjukkan perannya sebagai sebagai sosiolog yang menganalisa masalah kesehatan.

d. Membantu dalam meningkatkan peran sebagai guru/pendidik kesehatan.

Dengan belajar sosiologi, seseorang tenaga kesehatan dapat memahami sifat karakter atau norma masyarakat yang berlaku, sehingga pada akhirnya program promosi kesehatan atau agenda pembangunan kesehatan pada suatu masyarakat akan dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu sosiologi dapat memberikan kontribusi wawasan dan pemahaman terhadap tenaga kesehatan atau pengambil kebijakan dalam bidang kesehatan.


Secara Spesifik Fauziah Muzaham merinci bahwa ada beberapa manfaat sosiologi bagi kesehatan, yaitu :

1. Mempelajari cara orang meminta pertolongan medis (Help Seeking)

2. Memberikan mengenai analisa mengenai hubungan petugas kesehatan (Dokter/perawat) dengan pasien

3. Mengetahui latar belakang sosial ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan layanan kesehatan

4. Menganalisa faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit

5. Sakit, cacat fisik dan sejenisnya adalah sebuah fakta sosial sebagaimana masalah sosial lainnya yang membutuhkan analisis sosiologis.


Sehingga dalam kajian ini dapat disimpulkan bahwa tujuan penerapan sosiologi dalam bidang kesehatan antara lain : untuk menambah kemampuan para petugas kesehatan dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mangatasi persoalan-persoalan dalam praktik, mampu memahamidan menghargai perilaku pasien, kolega serta organisasi dan menambah kemampuan dan keyakinan dalam menangani kebutuhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang mereka milikidalam menangani gangguan penyakit yang diderita pasien.


C. Konsep umum tentang kesehatan

Dalam melakukan tindakan terapeutik, ada beberapa konsep umum tentang kesehatan yang perlu untuk dipahami juga oleh kalangan tenaga medis dan para medis. Hal ini khususnya terkait perkembangan analisis dan persepsi sosial tentang kesehatan.

1. Health for all

Kesehatan adalah kebutuhan setiap individu, baik orang yang sakit maupun yang sehat. Kesehatan adalah kebutuhan manusia dari berbagai kalangan baik dilihat dari segi ekonomi (Kaya-miskin), sosial (Kalangan elit atau kalangan rakyat jelata), geografik (Desa-kota), psikologi perkembangan (Bayi, anak, remaja, dewasa, atau manula) maupun status kesehatan (Sakit atau sehat).

Orang sakit membutuhkan penyembuhan (kuratif), sedangkan orang sehat membutuhkan adanya peningkatan kesehatan (promotif), Pencegahan (Preventif) perbaikan (Rehabilitatif) dan pemeliharaan (Konservatif).

2. All For Health

Seluruh aktivitas manusia mulai dari bangun pagi, beraktivitas, tidur, hingga bangun kembali diwaktu berikutnya akan terkait dan berpengaruh terhadap kesehatan. Berpikir yang sehat akan menumbuhkan jiwa sehat. Makanan, pakaian, jalan kaki, bekerja,olahraga, membaca dan bermain seluruhnya terkait erat dengan kualitas kesehatan. Oleh karena itu seluruh aktivitas manusia senantiasa berpengaruh terhadap peningkatan atau pengurangan kualitas kesehatan.

3. Semua (beberapa) hal untuk satu

Satu jenis penyakit kadang tidak cukup disembuhkan oleh satu jenis obat, seorang dokter kadang menggunakan teknik polifarmasi yaitu memberikan obat lebih dari satu jenis dengan tujuan untuk menyembuhkan satu jenis penyakit.

Pola kerja seperti ini, memang memberikan peluang dapat disembuhkannya sebuah penyakit oleh salah satu diantara obat yang diberikan, dibandingkan hanya dengan membuat resep dengan satu jenis obat. Namun disisi lain dapat menyebabkan biaya obat lebih mahal.

Peristiwa tersebut merupakan contoh kasus yang menunjukkan bahwa ada pola tindakan sosial dari beberapa tindakan atau beberapa gejala yang merupakan informasi yang padat untuk menjelaskan sesuatu hal.

4. Hukum Sosial

Perilaku sosial atau hukum sosial lebih bersifat relatif dan kontekstual, sehingga pola yang berkembang bisa berupa :

a. Satu sebab melahirkan satu akibat, Contohnya ; Kulit yang tergores oleh senjata tajam menyebabkan luka berdarah.

b. Satu sebab melahirkan lebih dari satu akibat, Contohnya ; Sakit gigi kerap kali dirasakan berbagai rasa sakit yang lainnya misalnya pusing, reaksi emosional dan tidak enak saat makan.

c. Banyak penyebab melahirkan satu akibat, Contohnya ; Seseorang yang terkena hujan, perut kosong, jarang olahraga, kemudian mengakibatkan demam.

d. Banyak penyebab melahirkan banyak akibat, Contohnya ; Orang yang terlalu capai dan tidak disiplin dalam waktu makan bisa terkena sakit maag yang menyebabkan komplikasi tifoid,dll

5. Variasi penyakit dan teknik pengobatan

Terdapat banyak teori tentang penyakit, bergantung pada falsafah yang dianutnya. Perbedaan falsafah serta tahapan perkembangan masyarakat berdampak pada perkembangan teknologi pengobatan yang dianut, dipercayai atau digunakan masyarakat.

Jumat, 20 Februari 2009

ASKEP PADA ANAK DENGAN DHF

1. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2. Etiologi

a. Virus dengue sejenis arbovirus.

b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

4. Tanda dan gejala

a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

f. Sakit kepala.

g. Pembengkakan sekitar mata.

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

a. Perdarahan luas.

b. Shock atau renjatan.

c. Effuse pleura

d. Penurunan kesadaran.

6. Klasifikasi

a. Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c. Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d. Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1) Rontgen thorax : Efusi pleura.

2) Uji test tourniket (+)

8. Penatalaksanaan

a. Tirah baring

b. Pemberian makanan lunak .

c. Pemberian cairan melalui infus.

Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.

d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,

e. Anti konvulsi jika terjadi kejang

f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

g. Selalu ingin tahu alasan tindakan

h. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :

a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).

b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.

c. Kaji riwayat keperawatan.

d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .

Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

3. Intervensi

Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :

a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.

Tujuan :

Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi

Kriteria hasil :

Volume cairan tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji KU dan kondisi pasien

2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )

3) Observasi tanda-tanda dehidrasi

4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus

5) Balance cairan (input dan out put cairan)

6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak

7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

Tujuan

Hipertermi dapat teratasi

Kriteria hasil

Suhu tubuh kembali normal

Intervensi

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak

3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat

4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.

5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari

6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

Tujuan

Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil

Intake nutrisi klien meningkat

Intervensi

1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi

2) Timbang berat badan klien tiap hari

3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering

4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual

5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.

7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

Kriteria hasil

Klien mengerti tentang proses penyakit DHF

1) Kaji tingkat pendidikan klien.

2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF

3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.

4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.

5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.

Tujuan

Perdarahan tidak terjadi

Kriteria hasil

Trombosit dalam batas normal

Intervensi

1) Kaji adanya perdarahan

2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)

3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.

4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien

5) Monitor hasil darah, Trombosit

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan

Shock hipovolemik dapat teratasi

Kriteria hasil

Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.

Intervensi

1) Observasi tingkat kesadaran klien

2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).

3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)

4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.

4. Evaluasi.

Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.

Evaluasi :

a. Suhu tubuh dalam batas normal.

b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.

c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.

d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.

e. Pengetahuan keluarga bertambah.

f. Shock hopovolemik teratasi

EDIT : BY NARDY